17.1.07

Ibadah dalam Islam...

Pemahaman seseorang tentang ibadah kadang terbatas pada aktivitas yang bersifat ritual saja seperti shalat, puasa, zakat dsb. Apa makna & syarat diterimanya ibadah? Dan bagaimana suatu pekerjaan atau perbuatan (hal yang halal atau mubah di luar peribadatan) itu bisa bernilai ibadah di sisi Allah ta'ala?

Tujuan penciptaan manusia

Seseorang yang ditugaskan di suatu pos, tentu ia harus mengetahui apa sebenarnya tujuan ia ditempatkan di pos tersebut. Demikian pula dengan manusia, sudah sewajibnya kita tahu apa tujuan Allah ta'ala menciptakan kita...
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (menyembah) kepada-Ku" (Q51.56)
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa tujuan Allah ta'ala menciptakan manusia dan jin hanyalah untuk mengabdi & menyembah Allah, beribadah kepada Allah-Nya.

Makna Ibadah

Secara bahasa ibadah berarti tunduk dan taat. Sedangkan menurut istilah, ibadah berarti segala perkataan dan perbuatan yang dicintai serta diridhai Allah ta'ala, baik yang bersifat lahir (nampak) maupun bathin (tersembunyi).

Namun ada sebagian orang yang kurang benar dalam memahami arti dari ibadah. Mereka menganggap ibadah hanyalah terbatas pada ibadah ritual yang tercantum dalam rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Padahal sebenarnya ibadah sendiri tidak mempunyai arti sesempit itu. Sebaliknya rukun Islam inilah yang seharusnya menjadi titik tolak bagi seorang muslim dalam merealisasikan ibadah dalam seluruh aspek kehidupannya.

Muhammad Quthb dalam sebuah bukunya menuliskan: "Perasaan seorang muslim dalam perjalanan mencari rizki, mencari ilmu, mengupayakan kemakmuran bumi dan setiap aktivitas fisik, akal dan jiwanya adalah (bisa bernilai) ibadah. (Nilai) Ibadah yang dilaksanakan dengan keikhlasan yang sama dengan keikhlasan untuk melaksanakan (ibadah) shalat."

Ternyata menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan pun bisa mempunyai nilai ibadah. Tentunya ada syarat-syarat tertentu, hingga sesuatu yang kita kerjakan dinilai Allah sebagai ibadah.

Syarat diterimanya Ibadah

Tiga syarat yang harus dipenuhi agar ibadah kita diterima Allah ta'ala:
  1. Lillah, yaitu niat yang ikhlash, niat hanya karena Allah ta'ala semata.
  2. Billah, yaitu pelaksanaannya seperti yang diperintahkan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (ittiba'). Misalnya, kita mecontoh bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, puasa, bersillaturrahiim, bertetangga, bertutur kata, memimpin umat dan sebagainya.
  3. Illallaah, yaitu dengan tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah semata. Firman Allah: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Q2.207)
Jika salah satu saja syarat di atas tidak terpenuhi dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah ta'ala, maka ibadah tersebut tertolak dan tidak bernilai ibadah di sisi Allah ta'ala.

Bekerja & mengerjakan hal yang mubah bisa bernilai Ibadah di sisi Allah ta'ala

Melaksanakan suatu aktivitas kebaikan (hal yang halal atau mubah) di luar peribadatan misalnya bekerja mencari nafkah, maka syarat minimal yang harus terpenuhi agar pekerjaan tersebut dapat bernilai ibadah di sisi Allah ta'ala adalah memenuhi persyaratan ‘lillah’ yaitu NIAT yang ikhlash, niat untuk menafkahi keluarga, niat mencari rezeki yang baik & halal, ...niat untuk mencari keridhaan Allah ta'ala.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Bahwasanya segala amal perbuatan itu tergantung pada niat..." (HR Bukhari & Muslim)
Contoh, seseorang yang pergi bekerja dengan niat hanya untuk mencari dunia semata atau untuk menumpuk harta semata tanpa dibarengi niat yang lebih dari itu, yaitu niat ikhlash atau niat untuk menafkahi anak dan istri dengan rizki yang baik & halal, maka gugurlah nilai ibadah dari usaha kerja tersebut walaupun dia berhasil memperoleh apa yang dia inginkan atau niatkan yaitu uang atau harta.

Makan juga akan bernilai ibadah jika kita niatkan bahwa dengan makan maka kita akan menjadi sehat dan kuat sehingga kita akan selalu siap untuk beraktivitas, berfikir dan beribadah dengan baik.

Maka... Jangan sia-siakan segala bentuk aktifitas kebaikan kita sehari-hari walau hanya menyingkirkan duri dari jalanan, ber-niatlah-lah dengan ikhlash! Maka insya allah semua aktivitas kita bisa bernilai ibadah & pahala di sisi Allah ta'ala. Dan jangan lupa ucapkanlah basmallah atau do'a-do'a yang dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Taqwa adalah tujuan Ibadah
"Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa" (Q2.21)
Ayat tersebut menerangkan bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk insan yang bertakwa. Jika ibadah itu tidak menghasilkan takwa, maka perlu ditinjau kembali kebenaran niat & pelaksanaan ibadah tersebut. Apakah sudah benar ia berniat dengan ikhlash mencari ridha Allah, apakah cara pelaksanaannya sudah sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dsb. Hasil dari takwa seorang muslim yang telah mampu mencapai derajat takwa akan diberi Allah beberapa hal, diantaranya:
  1. Furqan, yaitu pembeda antara yang haq dan yang bathil. "Hai orang- orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan ..." (Q8:29). Banyak orang yang kini melihat sesuatu yang bathil itu seperti yang haq dan sebaliknya sesuatu yang haq itu seperti yang bathil hingga terjadi percampuran antara haq & kebathilan. Disinilah urgensi furqaan, yang dengannya kita dapat membedakan dan melihat dengan jelas bahwa sesuatu yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil.
  2. Jalan keluar, rizki dan kemudahan. "...Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya ... Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya" (Q65:2-4). Misalnya sebuah keluarga berada dalam kesulitan ekonomi. Tiba-tiba secara tidak disangka-sangka keluarga tersebut mendapat hadiah yang dapat mereka gunakan untuk meringankan beban ekonomi tersebut. Inilah rizki yang Allah janjikan bagi orang yang bertakwa.
  3. Berkah atau kebaikan yang banyak. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ..." (Q7:96). Sepiring makanan yang mempunyai berkah akan dapat mengenyangkan sekeluarga. Sebalik-nya, makanan yang tidak mengandung berkah tidak akan dapat mengenyangkan, walaupun hanya satu orang.
  4. Ampunan & Surga. Dan bersegera-lah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (Q3:133) Selain itu masih banyak lagi hasil dari takwa yang disebutkan dalam Al-Quran. Siapakah yang ingin mendapat anugerah tersebut? Berusahalah menjadi manusia yang bertakwa dengan jalan taat beribadah kepada-Nya.
Dari berbagai sumber.
Wallahu 'alam


Sedikit tentang Bid'ah...
(Harus disampaikan)

Bid'ah adalah hal-hal baru dalam perkara agama (ibadah) atau amalan-amalan yang disandarkan kepada Islam, padahal Islam sama-sekali tidak mengajarkan hal-hal tsb dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabat Beliaupun tidak mencontohkannya.
Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru (dalam hal ibadah), karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat”. (Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi; hadits hasan shahih)
Adapun hal-hal yang di luar perkara/amalan ibadah selama tidak ada syari'at yang mengharamkannya adalah boleh-boleh saja atau halal-halal saja. Contohnya orang yang bepergian pakai mobil ataupun pesawat terbang silahkan saja. Jangan mengatakan bahwa, "Mobil adalah bid'ah karena dahulu zaman Rasulullah tidak ada mobil dan Beliau tidak naik mobil tapi naik unta". Pemahaman tersebut adalah keliru.

Dalil lainya…
Dari Ummul mukminin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. (HR Bukhari & Muslim)

Dalam riwayat lain: “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”. (HR Bukhari & Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (dalam khutbah beliau), ”Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Muslim)

Al Islam telah sempurna...
(Jangan ditambah-tambah, dimodifikasi dan di... di... lainnya)

Allah ta'ala telah menyempurnakan agama Islam. Segala perkara telah diatur dan disyari'atkan oleh Allah. Jadi, tak sesuatu yang yang baik, kecuali telah dijelaskan oleh Islam dalam Al-Quran dan Sunnah. Demikian pula, tak ada sesuatu yang buruk, kecuali telah diterangkan dalam Islam. Inilah kesempurnaan Islam yang dinyatakan dalam firman-Nya, "Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (QS Al-Maidah: 3)


Catatan saya:
  1. Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk syurga dan tujuh puluh dua golongan masuk (mampir dulu ke) neraka, lalu shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah satu golongan itu?” Beliau menjawab, ”Golongan yang mengikuti jejakku dan jejak shahabatku”” (HR Tirmidzi)
  2. Islam adalah agama untuk seluruh manusia di muka bumi ini dan bukan agamanya orang Jawa atau agamanya orang Indonesia saja. Ada beberapa pertanyaan yang layak kita renungi: Pertama, apakah orang muslim di Indonesia “pasti lebih baik ke-islamannya” dibanding dengan orang muslim di luar Indonesia (Timur Tengah dll)? Kedua, Al Quran diturunkan Allah ta'ala dalam bahasa Arab, begitu juga Hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga dalam bahasa Arab. Apakah "kebanyakan" orang muslim di Indonesia menguasai bahasa Arab dengan baik?
  3. Penafsiran yang salah dari Ulama adalah pewaris Nabi banyak melahirkan distorsi-distorsi dari kemurnian Islam dan melanggengkan praktek-praktek ke-bid'ah-an.
  4. Do'a Qunut Subuh bukanlah bid'ah tetapi akan menjadi bid'ah kalau qunut diwajibkan dalam setiap shalat subuh!
  5. Shalat taraweh berjamaah bukanlah bid'ah seperti perkataan Umar bin Al Khathab tatkala mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakan shalat Tarawih. Umar berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” (HR Bukhari), karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan taraweh berjamaah dan kemudian beliau meninggalkannya karena dikawatirkan shalat taraweh -shalat malam di bulan Ramadhan- dengan berjamaah tersebut dianggap wajib oleh umatnya seperti pada Hadits Aisyah sbb: "Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada suatu malam, lalu shalat di masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Pagi harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka berkumpullah orang lebih banyak dari mereka, lalu (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) shalat dan orang-orang tersebut shalat bersamanya. Pada keesokan harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka pada malam ke tiga, jama'ah semakin banyak, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan shalat bersama mereka. Ketika malam ke empat masjid tidak dapat menampung jama'ah (namun Beliau tidak keluar) sehingga Beliau keluar untuk shalat Subuh; ketika selesai shalat Subuh, Beliau menghadap jama'ah, lalu membaca syahadat dan bersabda: Amma ba'du. Aku sudah mengetahui sikap kalian. Akan tetapi, aku khawatir shalat ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak mampu melaksanakannya. Lalu (setelah beberapa waktu) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, dan perkara tersebut tetap dalam keadaan tidak berjamaah". (HR Al Bukhari & Muslim) http://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html
  6. ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar